Mahasiswi IAKN Kupang Menenun Harapan Dengan Tenun Buna Bokong Ayotupas
Di sebuah kamar kos sederhana di Kelurahan Naimata, seorang mahasiswi semester tiga IAKN Kupang bernama **Shera Nuban** merajut hari-harinya dengan benang-benang ketekunan. Di sela sunyi waktu luang, ia duduk di depan alat tenun, menganyam helai demi helai **kain Buna Ayotupas** warisan leluhur yang ia jaga dengan hati.
Sejak masih kecil, Shera sudah akrab dengan suara kayu tenun. *“Saya tahu menenun sejak SD… biasanya saya buat kain Buna Bokong Ayotupas. Waktu daftar kuliah pun saya pakai hasil tenunan saya sendiri,”* tuturnya dengan senyum yang menyimpan banyak kisah.
Kini, di tengah padatnya jadwal kuliah, Shera menjadikan menenun sebagai langkah kecil yang menopang mimpinya. *“Waktu free saya pakai untuk menenun, dan hasilnya saya pakai untuk biaya kuliah dan kos,”* katanya. Di tangannya, motif rumit Buna mulai dari laba-laba hingga ikan terbentuk dengan indah, sesuatu yang tak semua orang mampu hasilkan. Keahlian itu ia kuasai karena tangan ibunyalah yang pertama kali membimbingnya. *“Buna ini kan tidak semua orang tahu… kebetulan mama ajar saya, jadi saya tahu,”* ungkapnya bangga, sembari bersyukur karena baru saja menjual satu hasil karyanya.
Kisah Shera bukan hanya tentang menenun kain melainkan tentang **menenun harapan**. Ia menjadi cermin bagi generasi penerus bangsa bahwa mimpi tidak selalu lahir dari kemewahan, tetapi dari keberanian melangkah, dari kesetiaan pada budaya sendiri, dan dari kerja keras yang tidak mengenal lelah. Dalam setiap benang yang ia lintaskan, ada doa untuk masa depannya, ada cinta untuk tradisi, dan ada pesan bahwa perjuangan yang sederhana pun dapat menjadi indah dan bermakna.
Shera adalah bukti bahwa di balik kesederhanaan hidup, selalu ada romantika perjuangan yang menguatkan : bahwa mereka yang teguh menjaga jati diri budaya, sesungguhnya sedang menenun masa depan yang lebih terang untuk dirinya, dan untuk negeri.
